GUEST BOOK

OUR PRODUCT

Groovy Pointer 5

4/06/2013

MUSIC SERIES















0 comment

JENGGALA SERIES


Untuk pemesanan produk silahkan baca di Term & Condition 
0 comment

7/18/2012

LEGENDA DEWI RENGGANIS


Argopura bisa diartikan "Gunung Pura" atau barangkali bisa disebut Pura di Puncak Gunung, seperti banyak ditemukannya struktur bangunan berarsitek mirip Pura (tempat peribadatan umat Hindu) dikawasan puncak, berawal dari situlah gunung ini beroleh nama Argopuro.

Banyak sekali kita jumpai reruntuhan bangunan dan tinggal puing-punig yang berserakan dan ditumpuk begitu saja seolah tak bernilai sejarah. Sisa-sisa reruntuhan itu masih nampak jelas, ada beberapa situs purbakala di sekitar kawasan puncak Argopuro.

Kawasan puncak yang dimaksud meliputi ketinggian 3.000 meter dari permukaan laut ke atas, yang didalamnya mencakup areal seluas hampir satu km persegi, yang didalamnya terdapat komplek bukit dan alun-alun, komplek kawah dan komplek candi.

Komplek bukit dan alun-alun merupakan pintu masuk kawasan puncak, sebuah alun-alun yang luas dipegunungan Hyang Argopuro. Alun-alun ini dibatasi langsung oleh sebuah kawah dengan lubang dalam., sedangkan disebelah timur masih terdapat lima kawah, baik lubang maupun tempat yang dinamakan alun-alun SIJEDING.

Komplek candi yang dimaksud bukan candi dalam arti sebenarnya, melainkan nerujuk dari jenis peninggalan dan struktur bangunan sejarah kepurbakalaan yang terdapat di gunung ini. Jumlah seluruhnya ada tujuh komplek meliputi situs kolam dan taman sari, Situs Puncak Rangganis, dua bangunan candi, dan tiga bangunan pura.

Masyarakat sekitar lebih mengenal Rengganis ketimbang Argopuro. Rengganis sebuah nama seorang DEWI yang begitu melekat di hati masyarakat kaki gunung Argopuro. Konon menurut legenda penduduk setempat, dari sanalah Dewi Rengganis tinggal dan memerintah kerajaannya. Diceritakan pula bahwa alun-alun Rawa Embik adalah sebuah padang rumput dibawah alun-alun puncak adalah sumber mata air yang terus mengalir sepanjang tahun. Tempat itu merupakan padang penggembalaan hewan ternak yang mensuplai kebutuhan keraton di puncak.

Dituturkan bahwa Dewi Rengganis adalah salah seorang Putri dari Prabu Brawijaya yang lahir dari salah satu selirnya. Karena tidak diakui keberadaannya, pada saat dewasa ia didampingi seorang Patih dan pengikut-pengikutnya yang setia melarikan diri dan mendirikan kerajaan keraton di puncak gunung ini.

Diperkirakan puing-punig yang terdapat di Rengganis suatu peninggalan tertinggi yang ditenui di Pulau Jawa adalah bekas Kuil Hindu abad ke 12 Masehi. Situs Rengganis memperlihatkan aspek rancang bangun jaman prasejarah dan jaman klasik akhir di pulau Jawa. Salah satu hal yang paling menonjol dari peninggalan kepurbakalaan di Rengganis, adanya tembok pagar luar yang mengelilingi bangunan serta struktur bangunan lebih memperlihatkan struktur Pura daripada Candi.

Satu hal yang tidak dijumpai pada peninggalan kepurbakalaan masa Majapahit akhir yang berada di gunung-gunung lain seperti Gunung Penanggungan, dan Gunung Arjuna. Benarkah struktur bangunan yang disebut PURA sesuai dengan Pura dalam arti dan fungsi yang sesungguhnya pada saat ini? Ataukah Pura itu adalah sebuah Candi dengan model lain. Benarkah Komplek kuno yang ada dalam pesantren dimana para Resi, Pendeta atau Biarawan menghabiskan waktu untuk tinggal dan belajar di Puncak ini?
Ataukah memang suatu komplek keraton?

Tempat peribadatan disini belum bisa memastikan bentuk tradisi dari aliran dan sekte apa para Rahib itu semua. Terlepas apakah itu keraton atau karesian dapatkah dibayangkan bagaimana Perikehidupan dan aktifitas yang dilakukan sehari-hari di Puncak Gunung yang indah, dingin, dan terpencil itu pada jaman alam masih liar yang waktu itu masih buas.

Legenda tinggallah cerita turun temurun dari mulut ke mulut yang semakin bias dan sulit dibuktikan secara ilmiah. Hipotesa dari penyelidikan terdahulu belum seluruhnya terbukti. Sebagian besar data masih berupa misteri dan beberapa benda-benda bernilai sejarah itu telah hilang dan dihancurkan. Menurut penduduk sekitar sekitar tahun 80-an Situs Purbakala di Gunung Argopuro masih nampak terawat dan masih belum banyak benda yang hilang, selepas itu kini situs Purbakala itu semakin rusak, kotor dan bangunan dengan teras-teras berdinding batu itu tinggalah batu-batu berserakan yang dihiasi bungkus mie instan. Sejumlah Arca dari Gunung ini telah terpencar oleh ulah orang-orang yang tak bertanggungjawab sebagian ada yang ditemukan di Gunung Semeru dan tempat lainnya. Justru para peziarah lokal yang memberi sesajen persembahan dan membersihkan lingkungan ini, secara tidak langsung telah menjaga dan merawat keberadaan benda-benda yang bernilai sejarah.
Masih terselubung kabut dan misteri dari reruntuhan bangunan kuno yang dingin dan diam itu telah membuktikan bahwa bangsa kita telah Religius, Berilmu Pengetahuaan, Berbudaya dan Berseni sejak lama. 
0 comment

RANU GUMBOLO TELAGA DI KETINGGIAN

<  Ranu Gumbolo >

Ranu Kumbolo merupakan telaga yang berada pada ketinggian 2400 mdpl dengan luas kurang lebih 12 hektar. Pengunjungnya sebagian besar adalah para pendaki yang akan mendaki puncak Mahameru 3676 mdpl. Kejernihan air dan kemolekan alam Ranu Kumbolo adalah Surganya para pendaki yang menjanjikan kedamaian. Kawasan ini masuk dalam pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS).

Pagi hari suasana sejuk di Ranu Kumbolo kian terasa, dinginnya suhu yang membuat kita menarik nafas dalam-dalam, tak mampu menghilangkan dinginnya desiran angin yang menusuk tulang, Namun seiring dengan matahari yang merangkak naik dari sisi timur telaga ini, membuat kabut tipis diatas air telaga yang menyelimuti bak kapas putih yang halus, memudar terserap sinar matahari.

Menuju Ranu Kumbolo dapat ditempuh dari Probolinggo lewat gurun pasir Bromo menyisir ke arah kiri setelah turun dari cemoro lawang hingga sampai dipertigaan jemplang ke kiri akan sampai ke desa Ranu Pani, , atau melalui Malang terus naik ke Pasar Tumpang dan dilanjut dengan Jeep hingga desa Ranu Pani. setelah mendapat ijin dari pos pendakian gunung Semeru perjalanan dilanjut sekitar 3 hingga 4 jam akan sampai di Ranu Kumbolo.

Pada musim pendakian sekitar bulan Juli hingga Agustus, tempat ini ramai dikunjungi para Pendaki, baik yang akan ke Puncak Mahameru atau sekedar camping di Ranu Kumbolo.
Di Ranu Kumbolo kita tidak boleh sembarang mandi apalagi menggunakan sabun di telaga, yang justru akan mencemari air, oleh karena itu kalau ada yang berani nekat mandi apalagi menggunakan sabun didalam telaga, bakalan ditegur oleh sesama pendaki lainnya.

Kesadaran lingkungan para pendaki Mahameru sangat tinggi, mereka menggunakan air hanya untuk minum, dan memasak, namun apabila ingin mandi mereka mengambil air dan mandi jauh dari telaga untuk menghindari pencemaran air. Kesadaran akan lingkungan ini patut dicontoh dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dilingkungannya masing-masing… iya nggak?

Bukan sekedar mendaki, namun para pendaki yang juga hobi memancing tak pernah melewatkan membawa pancing untuk sekedar melepas hobi di telaga ini, wah lumayan kalau dapat, ikannya besar-besar, paling kecil ikannya sebesar kaki orang dewasa, bayangkan bagaimana ikan yang paling besar he he…
0 comment

LEGENDA GUNUNG LAWU

< Gunung Lawu >


Gunung Lawu (3.265 m) terletak di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api "istirahat" dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air (fumarol) dan belerang (solfatara). Gunung Lawu mempunyai kawasan  hutan Dipterokarp Bukit,  hutan Dipterokarp Atas,  hutan Montane, dan hutan Ericaceous. Gunung Lawu memiliki tiga puncak, Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Yang terakhir ini adalah puncak tertinggi.
Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai tujuan wisata, terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Agak ke bawah, di sisi barat terdapat dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit: Candi Sukuh dan Candi Cetho. Di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran: Astana Girilayu  dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak Astana Giribangun, mausoleum untuk keluarga presiden kedua Indonesia, Suharto.
Pendakian Gunung Lawu sangat populer untuk kegiatan pendakian. Setiap malam 1  Sura  banyak orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Karena populernya, di puncak gunung bahkan dapat dijumpai pedagang makanan. Pendakian standar dapat dimulai dari dua tempat (basecamp): Cemorokandang di Tawangmangu, Jawa Tengah, serta Cemorosewu, di Sarangan, Jawa Timur. Gerbang masuk keduanya terpisah hanya 200 m.
Pendakian dari Cemorosewu melalui dua sumber mata air: Sendang (kolam) Panguripan terletak antara Cemorosewu dan Pos 1 dan Sendang Drajat di antara Pos 4 dan Pos 5.Pendakian melalui Cemorokandang akan melewati 5 selter dengan jalur yang relatif telah tertata dengan baik. Pendakian melalui cemorosewu akan melewati 5 pos. Jalur melalui Cemorosewu lebih nge-track. Akan tetapi jika  kita lewat jalur ini kita akan sampai puncak lebih cepat daripada lewat jalur Cemorokandang. Pendakian melalui Cemorosewu jalannya cukup tertata dengan baik. Jalannya terbuat dari batu-batuan yang sudah ditata. Jalur dari pos 3 menuju pos 4 berupa tangga yang terbuat dari batu alam. Pos ke4 baru direnovasi,jadi untuk saat ini di pos4 tidak ada bangunan untuk berteduh. Biasanya kita tidak sadar telah sampai di pos 4. Di dekat pos 4 ini kita bisa melihat telaga Sarangan dari kejauhan. Jalur dari pos 4 ke pos 5 sangat nyaman, tidak nge-track seperti jalur yang menuju pos 4. Di pos2 terdapat watu gedhe yang kami namai watu iris(karena seperti di iris).
Di dekat pintu masuk Cemorosewu terdapat suatu bangunan seperti masjid yang ternyata adalah makam.Untuk mendaki melalui Cemorosewu(bagi pemula) janganlah mendaki di siang hari karena medannya gag nguatin untuk pemula. Di atas puncak Hargo Dumilah terdapat satu tugu.

Misteri gunung Lawu
Gunung Lawu menyimpan misteri pada masing-masing dari tiga puncak utamanya dan menjadi tempat yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.
Konon gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan berhubungan erat dengan tradisi dan budaya Keraton Yogyakarta. Setiap orang yang hendak pergi ke puncaknya harus memahami berbagai larangan tidak tertulis untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan. Bila pantangan itu dilanggar di pelaku diyakini bakal bernasib naas.
Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat yakni: Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani.



< Candi Cetho >


Legenda gunung Lawu
Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan  Majapahit  (1400 M) pada masa pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 5 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah Dara Petak putri dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dari Dara Petak lahir putra Raden Fatah, dari Dara Jingga lahir putra Pangeran Katong. Raden Fatah setelah dewasa agama  islam  berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha. Dan bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Raden Fatah mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak).
Melihat kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu. Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha Kuasa. Dalam semedinya didapatkannya wangsit yang menyatakan bahwa sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan  wahyu kedaton  akan berpindah ke kerajaan Demak.
Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada akhirnya naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua orang kepala dusun yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua orang itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Merekapun pergi bersama ke puncak Harga Dalem.
Saat itu Sang Prabu bertitah, "Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus mundur, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Dipa Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib dengan wilayah ke barat hingga wilayah gunung Merapi/gunung Merbabu, ke timur hingga gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai selatan , dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.
Tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon pun memberanikan diri berkata kepada Sang Prabu: Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan meninggalkan Sang Prabu di sini.
Singkat cerita Sang Prabu Brawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan Sabdopalon moksa di Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.

 Obyek wisata
Obyek wisata di sekitar gunung Lawu antara lain:
• Telaga Sarangan
• Kawah Telaga Kuning
• Kawah Telaga Lembung Selayur.
• Wana wisata sekitar Gunung Lawu
• Air Terjun Pondok Kiwo
• Air Terjun Kakek Bodo-Tretes
• Air Panas Padusan-Pacet
• Tawangmangu
• Cemorosewu
• Candi Sukuh
• Candi Cetho
• Komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran:
• Astana Girilayu
• Astana Mangadeg
• Astana Giribangun


( Berbagai sumber)
0 comment

MENGENAL EDELWEISS


< Bunga Edelweiss >


Anaphalis javanica, atau populer dikenal dengan bunga Edelweiss jawa (Javanese edelweiss), atau bunga abadi adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi Nusantara. Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian 8 m dan dapat memiliki batang sebesar kaki manusia walaupun umumnya tidak melebihi 1 m. Tumbuhan ini sekarang dikategorikan sebagai tumbuhan langka dan dilindungi.

Edelweis merupakan tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik muda di hutan pegunungan dan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya di atas tanah yang tandus, karena mampu membentuk mikoriza dengan jamur tanah tertentu yang secara efektif memperluas kawasan yang dijangkau oleh akar-akarnya dan meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara. Bunga-bunganya, yang biasanya muncul di antara bulan April dan Agustus , sangat disukai oleh serangga, lebih dari 300 jenis serangga seperti kutu, tirip, kupu-kupu, lalat, tabuhan, dan lebah terlihat mengunjunginya.

Jika tumbuhan ini cabang-cabangnya dibiarkan tumbuh cukup kokoh, edelweis dapat menjadi tempat bersarang bagi burung tiung batu licik (Myophonus glaucinus).
Bunga ini rata-rata berwarna putih–abu-kehijauan dan putih kekuning-kuningan. Banyak yang mengatakan bahwa ada edelweis yang berwarna ungu, biru, dan merah.

Kebenarannya masih sebuah misteri. Bunga ini tumbuh membentuk rimbunan kecil di permukanan tanah. Ketika dipetik dan disimpan di tempat kering dan temperatur ruangan, bunga ini tidak akan berubah warna seolah-olah ia tetap hidup dan abadi. Inilah keistimewaannya sehingga ia sering menjadi lambang kecintaan seorang remaja pria terdadap kekasihnya. Hal ini jugalah yang memancing para pendaki untuk memetik dan membawanya pulang. Bunga ini tidak akan layu jika sudah dipetik tetapi bunga ini hanya akan mengering.
Bagian-bagian edelweiss yang sering dipetik dan dibawa turun dari gunung untuk alasan-alasan estetis dan spiritual, atau sekedar kenang-kenangan oleh para pendaki. Pada bulan Februari hingga Oktober 1988, terdapat 636 batang yang tercatat telah diambil dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang merupakan salah satu tempat perlindungan terakhir tumbuhan ini. Dalam batas tertentu dan sepanjang hanya potongan-potongan kecil yang dipetik, tekanan ini dapat ditoleransi. Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tumbuhan ini dinyatakan punah.

Bunga edelweis (Leontopodium alpinum) yang sering disebut-sebut sebagai bunga abadi tumbuh di tempat terbuka dan lembab yang terdapat di puncak atau lereng gunung tertentu, seperti Gunung Gede, Malabar, Papandayan, Cikurai, Guntur, Arjuna, dll. Dalam ilmu botani, bunga tersebut terbentuk secara alami dari timbunan humus dan memerlukan waktu sedikitnya lima tahun untuk tumbuh dan berbunga.
0 comment

LEGENDA GUNUNG ARJUNA



< SEPILAR, Gunung Arjuna >
Gunung Arjuna memiliki ketinggian 3.339 meter mdpl, namun menurut legenda dahulu tinggi gunung ini hampir menyentuh langit. Karena perbuatan Arjuna maka gunung ini tingginya menjadi berkurang. Arjuna adalah seorang ksatria Pandawa yang gemar bertapa, yang biasanya bertujuan untuk memperoleh kesaktian dan pusaka, sehingga dengan harapan dapat memenangkan perang Baratayudha.

Kali ini Arjuna bertapa di puncak gunung dengan sangat tekunnya, hingga berbulan-bulan. Karena ketekunannya hingga tubuhnya mengeluarkan sinar yang memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Karena perbawanya yang hebat jika burung berani terbang di atasnya pastilah jatuh tersungkur. Makhluk apapun tak berani mengganggu.

Begitu khusyuknya Arjuna bersemedi hingga menimbulkan goro-goro di Kahyangan Suralaya, Kahyangan geger. Kawah condrodimuko mendidih menyemburkan muntahan lahar. Bumi bergoncang, Petir menggelegar di siang bolong, terjadi hujan salah musim hingga menimbulkan banjir, menyebarkan penyakit, orang yang sore sakit pagi mati, pagi sakit sore mati. Bahkan gunung tempatnya bertapa menjadi terangkat menjulang ke langit.

Para Dewa sangat kuatir, mereka berkumpul mengadakan sidang dipimpin oleh Batara Guru. "Ada apa gerangan yang terjadi di Marcapada , kakang Narada. Hingga Kahyangan menjadi geger". sabda Batara Guru, sebagai kata pembuka meskipun sebenarnya dia sudah mengetahui jawabannya.

Akhir dari Sidang Paripurna Para Dewa memutuskan bahwa hanya Batara Narada lah yang bakal sanggup menyelesaikan masalah. Seperti biasanya Bidadari cantikpun tak akan sanggup membangunkan tapa Arjuna. Batara Narada segera turun ke Marcapada, mencari titah yang menjadi sumber goro-goro. Sesaat ia terbang, berputar-putar di angkasa.

Dilihatnya Arjuna sedang bertapa di puncak gunung. Bersabdalah Batara Narada "Cucuku Arjuna bangunlah dari tapamu, semua orang bahkan para Dewa akan menjadi celaka bila kau tak mau menghentikan tapamu". Arjuna mendengar panggilan tersebut, karena keangkuhannya jangankan bangun dari tapanya, justru dia malah semakin tekun. Dia berfikir bila dia tidak mau bangun pasti Dewa akan kebingungan dan akan menghadiahkan banyak senjata dan kesaktian.

Batara Narada gagal membangunkan tapa Arjuna, meskipun dia sudah menjanjikan berbagai kesaktian. Dengan bingung dan putus asa, segera terbang kembali ke Kahyangan. Sidang susulanpun segera di gelar untuk mencari cara bagaimana menggulingkan sang Arjuna dari tapanya.

Akhirnya diutuslah Batara Ismaya yang sudah menjelma menjadi Semar untuk membangunkan tapa Arjuna. Bersama dengan Togog berdua mereka segera bersemedi dimasing-masing sisi gunung tempat Arjuna bertapa. Berkat kesaktian mereka tubuh mereka berubah menjadi tinggi besar hingga melampaui puncak gunung. Lalu mereka mengeruk bagian bawahnya dan memotongnya. Mereka melemparkan puncak gunung itu ketempat lain.

Arjuna segera terbangun dari tapanya. Dan memperoleh nasehat dari Semar bahwa tindakannya itu tidak benar. Gunung tempat Arjuna bertapa itu diberi nama Gunung Arjuna. Potongan gunung yang di lempar diberi nama Gunung Wukir.
0 comment
 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver